Trivia

Apa Itu Tarif, Kebijakan yang Ditetapkan Presiden AS Trump?

pratamedia.com – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru saja menelurkan kebijakan tarif dan reciprocal tariff terhadap barang masuk ke negaranya baru-baru ini, tepatnya 3 April 2025 lalu. Disinyalir kebijakan ekonomi itu diambil untuk melindungi industri dalam negeri. Apa itu tarif yang ditetapkan oleh Trump?

Trump mengumumkan bahwa tarif dasar 10% mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025) waktu setempat. Persentase tersebut berlaku bagi semua negara, kecuali Meksiko dan Kanada yang sudah menandatangani perjanjian United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA). Namun, negara-negara di luar USMCA dikenakan tarif sekitar 25%.

Selain tarif dasar, kebijakan tersebut juga menetapkan tarif timbal balik atau reciprocal tariff. Ini merupakan kebijakan “balas dendam” atau timbal balik AS karena negara-negara lain sudah memberlakukan tarif tinggi kepada barang-barang dari AS sebelumnya.

Ada 60 negara yang dikenakan kebijakan tarif timbal balik ini, Indonesia adalah salah satu di antaranya. Indonesia menetapkan tarif sebesar 64% terhadap barang-barang dari Negeri Paman Sam, lalu AS membalasnya dengan mengenakan tarif sebesar 32%.

Apa Itu Tarif?

Tarif adalah biaya yang dikenakan kepada produk-produk spesifik dari negara-negara tertentu, di waktu atau periode tertentu. Kebijakan tarif ini ditentukan oleh negosiasi perdagangan internasional, dan bisa berubah di tangan pemimpin pemerintahan yang sedang berkuasa.

Kenaikan persentase tarif dihitung dari nilai impor suatu produk. Tak jarang biaya itu dibebankan kepada pelanggan atau pembeli. Perubahan tarif bersifat dinamis, tergantung pada harga-harga barang impor.

Kondisi ini pada ujungnya bisa mengubah perilaku konsumen. Hal itu karena konsumen harus mengatur ulang keuangannya untuk membeli sesuatu. Selain itu, mereka juga harus berpikir dua kali untuk membeli produk yang sudah dikenai tarif impor yang melambung tinggi.

Apa Bedanya Tarif dengan Bea Masuk?

Jika tarif berarti seperti yang telah dideskripsikan di atas, maka bea masuk merupakan biaya yang harus dibayar yang didasarkan pada karakteristik produk, lebih khusus kode HTS dan sertifikat negara asal.

Sebagai contoh, ketetapan bea cukai untuk AS. Jika AS sudah punya banyak produk baja yang diproduksi secara massal di negaranya sendiri, maka negara tersebut mungkin saja menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk baja yang diimpor dari luar negeri.

Hampir sama seperti kebijakan tarif Trump, kebijakan bea masuk ini juga biasanya diambil oleh pemerintah negara setempat untuk melindungi industri produk tertentu di dalam negeri. Di saat bersamaan, apabila kebijakan itu diterapkan, negara-negara pengimpor akan makin enggan mengimpor ke negara tersebut.

Apa Itu Reciprocal Tariff?

Secara sederhana, istilah reciprocal tariffs merujuk pada kebijakan penerapan tarif impor yang bersifat timbal balik. Artinya, suatu negara akan menetapkan tarif impor atas produk dari negara lain setara, atau lebih besar atau lebih kecil, dengan tarif yang dikenakan negara tersebut terhadap barang ekspor dari negara pertama.

Sebagian pihak menilai kebijakan ini sebagai bentuk respons atau tindakan balasan dari Trump terhadap negara-negara yang selama ini memberlakukan tarif tinggi pada produk ekspor Amerika Serikat.

Dampak bagi Indonesia

Tingginya tarif yang dikenakan oleh pemerintahan Trump sebagai balas dendam terhadap Indonesia diprediksi akan memunculkan dampak ekonomi tersendiri bagi Indonesia.

Salah satunya adalah kebijakan tersebut berpotensi membuat produk-produk Indonesia kalah daya saing di kancah global dengan produk dari negara-negara lain dengan tarif lebih rendah.

Selama ini, Indonesia banyak mengekspor berbagai produk dari beragam industri, termasuk tekstil, alas kaki, furniture, karet hingga perikanan. Negara andalan sebagai tujuan utama ekspor adalah AS.

Dampak Bagi AS Sendiri

Usai kebijakan tarif tersebut diumumkan Trump beberapa hari lalu, para ekonom dan analis tampak sepakat bahwa justru yang harus was-was adalah masyarakat AS sendiri. Dengan tarif tinggi, tentu harga barang-barang impor akan makin mahal.

Kondisi tersebut diprediksi akan mengakibatkan daya beli jadi rendah di level konsumen. Selain itu, kebijakan ini juga disinyalir akan menyebabkan inflasi yang tinggi di Negeri Paman Sam. Situasi tersebut bisa memicu resesi yang efeknya bisa menyebar di level domestik AS, dan juga global.

Di industri yang lebih spesifik, misalnya industri otomotif, produsen mobil di AS diperkirakan akan menghadapi tantangan yang nyata sebagai dampak dari kebijakan tersebut. Hal itu karena produsen mobil AS banyak bergantung pada negara lain dalam memperoleh komponen mobil.

Dengan demikian, dampak yang diprediksi akan terjadi adalah akan adanya pemangkasan biaya produksi di produsen-produsen mobil di AS.

Sejauh ini, sekitar 50% mobil yang dijual di AS memang diproduksi secara domestik. Akan tetapi, komponen-komponennya diimpor dari berbagai negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, dan komponen semikonduktor dari Taiwan.

Oleh karena itu, sejumlah pakar justru menilai bahwa kebijakan akan banyak memukul ekonomi AS sendiri. Ini akan menjadi beban bagi beragam perusahaan dan rantai pasok industri, terutama industri otomotif, yang saling terhubung secara global. Dampak negatifnya akan paling dirasakan oleh konsumen yang menemui harga produk jauh lebih mahal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *