Tidak Ada Rukyatul Hilal di Bali, Mengapa Begitu?
pratamedia.com – Sidang isbat penentuan Hari Raya Lebaran atau 1 Syawal 1446 Hijriah akan dilakukan sore ini, Sabtu, 29 Maret 2025. Dalam sidang tersebut, keputusan akan keluar setelah dilakukan rukyatul hilal. Namun, rukyatul hilal di Bali direncanakan tidak akan dilakukan. Mengapa demikian?
Rukyatul hilal merupakan proses menentukan awal kalender hijriah. Yang dilakukan saat proses rukyatul hilal adalah mengamati hilal secara langsung. Secara harfiah, rukyat memang berarti mengamati.
Pada sore ini, rukyatul hilal akan dilangsungkan di hampir seluruh provinsi di Indonesia untuk mengamati hilal sebagai penanda bulan baru di kalender hijriah. Proses ini amat penting baik bagi pemerintah maupun masyarakat.
Tidak Ada Rukyatul Hilal di Bali
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengatakan bahwa rukyatul hilal akan dilakukan di sejumlah 33 provinsi di Indonesia. Meski begitu, ada satu provinsi di mana tidaka akan dilakukan rukyatul hilal, yakni Provinsi Bali.
“Di provinsi Bali dalam suasana Nyepi. Sehingga rukyatul hilal tidak kita gelar di sana. Kita saling menghormati,” kata Rokhmad, Selasa lalu (18/3/2024).
Rukyatul Hilal Punya Dua Dimensi
Selain itu, Rokhmad juga menjelaskan bahwa terdapat dua aspek dalam pelaksanaan rukyatul hilal. Pertama, aspek ta’abbudi, di mana rukyat dilakukan sebagai bagian dari mengikuti sunnah Nabi dalam menentukan awal maupun akhir puasa.
“Sunnah ini dipertegas oleh Fatwa MUI bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah berdasarkan metode hisab dan rukyat,” kata Rokhmad.
Kedua, aspek keilmuan, yang menempatkan rukyat sebagai metode untuk mengonfirmasi data hasil perhitungan hisab dan astronomi. Dengan demikian, perhitungan astronomis akan diverifikasi melalui pengamatan langsung di lapangan.
“Sebagaimana awal Ramadan, kita akan gunakan alat yang canggih dalam proses rukyat,” kata Rokhmad.
Ilmu Pengetahuan dan Pembuktian
Abu Rokhmad menegaskan bahwa rukyatul hilal yang akan dilakukan pada 29 Maret 2025, bertepatan dengan 29 Ramadan 1446 H, bukan sekadar acara seremonial. Lebih dari itu, kegiatan ini mencerminkan kecintaan terhadap ilmu astronomi serta komitmen dalam membuktikan ketepatan perhitungan hisab.
“Ini bukan cuma soal melihat hilal, ini soal pembuktian. Kita ingin pastikan, hitungan hisab yang akurat hingga ke detik benar-benar sesuai dengan kenyataan. Di sini letak keindahannya, karena pergerakan benda langit itu dinamis,” ujar Abu Rokhmad, Kamis (27/3/2025).
Ia juga menambahkan bahwa meskipun hasil hisab menunjukkan hilal masih berada di bawah ufuk, rukyat tetap memiliki nilai penting. Bukan sekadar soal kerepotan atau tidak, tetapi sebagai wujud kecintaan terhadap ilmu astronomi serta bagian dari sunnah Rasulullah SAW.
“Ada yang bertanya, kenapa harus repot-repot kalau sudah jelas hasilnya? Justru di sini letak tantangannya. Ini bukan soal hasil semata, tapi soal proses, soal pembuktian ilmiah, dan soal syiar Islam,” lanjutnya.
Rukyatul hilal bukan sekadar aktivitas teknis untuk mengamati hilal. Lebih dari itu, kegiatan ini merupakan kerja sama lintas sektor yang membuktikan bahwa ilmu pengetahuan dan keyakinan dapat berjalan berdampingan.
Dengan semangat astronomi dan syiar Islam, rukyat ini diharapkan tidak hanya menghasilkan data yang akurat, tetapi juga menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan.